TULISAN :: POLITIK STRATEGI NASIONAL
(Strategi Dalam
Pembangunan Nasional Indonesia)
Hal Pokok Dalam Strategi Pembangunan Nasional
Strategi
Pembangunan Nasional berdasarkan Peraturan Presiden Republik Indonesia
Nomor 7 tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional
tahun 2004-2009 menetapkan 2 (dua) strategi pokok,yaitu:
- Strategi penataan kembali Indonesia yang diarahkan untuk menyelamatkan system ketatanegaraan Republik Indonesia berdasarkan semangat,jiwa,nilai dan consensus dasar yang melandasi berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia yang meliputi Pancasila; Undang-undang Dasar 1945(terutama pembukaan Undang-Undang Dasar 1945); tetap tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia dan tetap berkembangnya pluralism dan keragaman dengan prinsip Bhinneka Tunggal Ika.
- Strategi pembangunan Indonesia yang diarahkan untuk membangun Indonesia di segala bidang yang merupakan perwujudan dari amanat yang tertera jelas dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 terutama dalam pemenuhan dasar rakyat dan penciptaan landasan pembangunan yang kokoh.
Sedangkan Strategi
Pembagunan daerah Propinsi Jawa Barat yang tertuang dalam dokumen pola
Dasar Pembangunan Daerah Propinsi Jawa Barat tahun 2003-2007, menetapkan 15
strategi pokok sebagai berikut:
- Meningkatkan kualitas demokrasi untuk mempercepat proses reformasi di segala bidang.
- Meningkatkan efektifitas birokrasi melalui peningkatan kualitas aparatur dan kualitas pelayanan.
- Memelihara ketertiban umum,ketentraman dan stabilitas keamanan.
- Meningkatkan penegakan hukum dalam segala bidang.
- Mempertahankan nilai-nilai agama dan budaya luhur masyarakat Jawa Barat (religious, silih asih, silih asah dan silih asuh) untuk mengantisipasi masuknya budaya dari luar yang dapat mempengaruhi budaya daerah.
- Meningkatkan akses masyarakat terhadap pendidikan ,kesehatan dan lapangan pekerjaan.
- Meningkatkan kapasitas kemampuan sumber daya ilmu pengetahuan dan teknologi.
- Mengembangkan kegiatan utama ekonomi (agribisnis, pariwisata, SDM kelautan, industri manufaktur dan jasa) yang berbasis sumber daya local dengan system ekonomi kerakyatan.
- Memperkuat keterkaitan usaha untuk memantapkan struktur ekonomi.
- Mengurangi ketimpangan sumber daya ekonomi (SDM, teknologi, dana, pasar, dan prasarana) antar wilayah.
- Mengembangkan pusat-pusat pertumbuhan untuk keseimbangan perkembangan antar wilayah.
- Meningkatkan dan mengembangkan infrastruktur wilayah yang mendukung terwujudnya struktur ruang yang mantap.
- Mewujudkan komposisi kawasan lindung 45 persen dan kawasan budidaya 55 persen pada tahun 2010 sesuai Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi Jawa Barat.
- Meningkatkan kualitas daya dukung dan daya tamping lingkungan hidup melalui optimalisasi pengelolaan Daerah Aliran Sungai.
- Mengendalikan pencemaran air, tanah dan udara di kawasan perkotaan dan perdesaan.
II. VISI DAN MISI STRATEGI PEMBANGUNAN NASIONAL
- Visi
· Terwujudnya kehidupan masyarakat,bangsa dan Negara yang
aman, bersatu, rukun, dan damai.
· Terwujudnya kehidupan masyarakat, bangsa dan Negara yang
menjunjung tinggi hukum, kesetaraan dan hak azasi manusia.
· Terwujudnya perekonomian yang mampu menyediakan kesempatan
kerja dan kehidupan yang layak serta memberikan fondasi yang kokoh bagi pembangunan
yang berkelanjutan.
- Misi
· Mewujudkan Indonesia yang aman dan damai.
· Mewujudkan Indonesia yang adil dan demokratis.
· Serta mewujudkan Indonesia yang sejahtera.
Perkembangan politik
di dunia dan di Indonesia dari masa sesudah kemerdekaan sampai saat ini
Pada
dasarnya, perkembangan situasi politik dan kenegaraan Indonesia pada awal
kemerdekaan sangat dipengaruhi oleh pembentukan KNIP serta dikeluarkannya
Maklumat Politik 3 November 1945 oleh wakil Presiden Moh. Hatta. Isi maklumat
tersebut menekankan pentingnya kemunculan partai-partai politik di Indonesia.
Partai politik harus muncul sebelum pemilihan anggota Badan Perwakilan Rakyat
yang dilangsungkan pada Januari 1946.
Keragaman Ideologi Partai Politik di
Indonesia
Maklumat
Politik 3 November 1945, yang dikeluarkan oleh Moh. Hatta, hadir sebagai sebuah
peraturan dari pemerintah Indonesia yang bertujuan mengakomodasi suara rakyat
yang majemuk. Akibatnya, munculah partai-partai politik dengan berbagai
ideologi. Partai-partai politik tersebut mempunyai arah dan metode pergerakan
yang berbeda-beda. Di antaranya adalah partai politik berhaluan nasionalis,
yaitu PNI penggabungan dari Partai Rakyat Indonesia, Serikat Rakyat Indonesia,
dan Gabungan Republik Indonesia yang berdiri pada 29 Januari 1946, dipimpin
oleh Sidik Djojosukaro.
Kemunculan partai-partai berhaluan sosialis-komunis pada walnya merupakan bentuk pertumbuhan demokrasi di Indonesia. Namun, seiring perkembangannya, partai ini menerapkan cara revolusioner yang tidak dapat diterima oleh masyarakat Indonesia.
Kemunculan partai-partai berhaluan sosialis-komunis pada walnya merupakan bentuk pertumbuhan demokrasi di Indonesia. Namun, seiring perkembangannya, partai ini menerapkan cara revolusioner yang tidak dapat diterima oleh masyarakat Indonesia.
Hubungan antara KNIP dan Lembaga
Pemerintahan
Dilatarbelakangi
oleh berbagai situasi negara yang genting, seperti keadaan Jakarta di awal
1946, yang sangat rawan oleh teror dan intimidasi pihak asing , mengharuskan
para petinggi bangsa untuk memindahkan ibu kota negara ke Yogyakarta pada 4
Januari 1946 untuk sementara waktu.
Pada dasarnya, posisi wewenang KNIP dikukuhkan melalui Maklumat X, 16 Oktober 1945, yang memberikan kuasa legislatif terhadap badan tersebut. Dengan maklumat itu, KNIP yang dibentuk pada 22 Agustus 1945, berposisi seperti layaknya Dewan Perwakilan Rakyat untuk sementara waktu sebelum dilaksanakannya pemilihan umum untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat yang sebenarnya. Tugas Komisi Nasional Indonesia Pusat (KNIP) adalah membantu dan menjadi pengawas kinerja presiden dalam melaksanakan tugas pemerintahan. KNIP mempunyai kuasa untuk memberikan usulan kebijakan kepada presiden dalam melaksanakan tugas-tugas pemerintahan. Sementara itu, Komite Nasional Indonesia Daerah (KNID) bertugas untuk membantu dan mengawasi jalannya kinerja pemerintahan di tataran lebih rendah daripada presiden, seperti gubernur dan bupati.
Pada dasarnya, posisi wewenang KNIP dikukuhkan melalui Maklumat X, 16 Oktober 1945, yang memberikan kuasa legislatif terhadap badan tersebut. Dengan maklumat itu, KNIP yang dibentuk pada 22 Agustus 1945, berposisi seperti layaknya Dewan Perwakilan Rakyat untuk sementara waktu sebelum dilaksanakannya pemilihan umum untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat yang sebenarnya. Tugas Komisi Nasional Indonesia Pusat (KNIP) adalah membantu dan menjadi pengawas kinerja presiden dalam melaksanakan tugas pemerintahan. KNIP mempunyai kuasa untuk memberikan usulan kebijakan kepada presiden dalam melaksanakan tugas-tugas pemerintahan. Sementara itu, Komite Nasional Indonesia Daerah (KNID) bertugas untuk membantu dan mengawasi jalannya kinerja pemerintahan di tataran lebih rendah daripada presiden, seperti gubernur dan bupati.
Hubungan antara Keragaman Ideologi
dan Pembentukan Lembaga Kepresidenan
Terdapatnya
keragaman ideologi yang terbagi ke dalam golongan nasionalis, agama, dan
sosialis-komunis pada era awal kemerdekaan ternyata mengandung implikasi yang
signifikan terhadap struktur kepemimpinan negara. Perubahan otoritas KNIP dan
munculnya berbagai partai politik di Indonesia menjadi dua katalisator utama
terhadap perubahan struktur kekuasaan pemerintahan. Naiknya Sutan Syahrir
sebagai Perdana Menteri Indonesia juga memiliki andil dalam perubahan itu.
Lembaga kepresidenan sendiri telah dibentuk pada 2 September 1945, pada kesempatan itu, Presiden Soekarno membentuk susunan kabinet sebagai pelaksana eksekutif dari lembaga kepresidenan Indonesia. Hal itu merupakan manifestasi dari penguatan lembaga kepresidenan untuk dapat melaksanakan tugas negara dengan optimal.
Susunan kabinet yang dibentuk pada 2 September 1945, pada dasarnya, mencerminkan komposisi yang mewakili keragaman ideologi di Indonesia. Meskipun partai-partai politik baru bermunculan, setelah dikeluarkannya Maklumat 3 November 1945, kondisi keragaman ideologi ini telah berperan besar dalam susunan lembaga kepresidenan negara.
Lembaga kepresidenan sendiri telah dibentuk pada 2 September 1945, pada kesempatan itu, Presiden Soekarno membentuk susunan kabinet sebagai pelaksana eksekutif dari lembaga kepresidenan Indonesia. Hal itu merupakan manifestasi dari penguatan lembaga kepresidenan untuk dapat melaksanakan tugas negara dengan optimal.
Susunan kabinet yang dibentuk pada 2 September 1945, pada dasarnya, mencerminkan komposisi yang mewakili keragaman ideologi di Indonesia. Meskipun partai-partai politik baru bermunculan, setelah dikeluarkannya Maklumat 3 November 1945, kondisi keragaman ideologi ini telah berperan besar dalam susunan lembaga kepresidenan negara.
Strategi Pembangunan Nasional Masa Orde Baru dan Reformasi
Mengapa
keluarnya Supersemar menandai lahirnya pemerintah Orde Baru. Agar kalian
memahami, ada baiknya kita flashback ke materi yang lalu. Bagaimana kondisi
bangsa pada masa Demokrasi Terpimpin? Kondisi ekonomi sangat parah dan kondisi
politik memanas karena adanya persaingan politik antara PKI dan TNI AD.
Puncaknya terjadi peristiwa G 30 S/PKI. Akibatnya kehidupan berbangsa mengalami
kekacauan. Oleh karena itu untuk memulihkan keadaan, Presiden Soekarno
mengeluarkan Supersemar. Sekarang kalian paham, bukan? Pada masa Orde Baru,
pemerintah melaksanakan pembangunan untuk menata kehidupan rakyat. Dengan
pembangunan tersebut, tercapai kemajuan dalam berbagai bidang. Namun
keberhasilan tersebut tidak diimbangi dengan fondasi yang kokoh. Akibatnya
ketika diterpa krisis moneter, ekonomi Indonesia mudah rapuh. Mengapa hal
tersebut bisa terjadi? Bagaimana pula dampaknya terhadap kelangsungan
pemerintah orde baru? Agar kalian lebih paham, maka cermatilah materi berikut
ini:
1. Lahirnya Orde Baru
Sejak
gerakan PKI berhasil ditumpas, Presiden Soekarno belum bertindak tegas terhadap
G 30 S/PKI. Hal ini menimbulkan ketidaksabaran di kalangan mahasiswa dan
masyarakat. Pada tanggal 26 Oktober 1965 berbagai kesatuan aksi seperti KAMI,
KAPI, KAGI, KASI, dan lainnya mengadakan demonsrasi. Mereka membulatkan barisan
dalam Front Pancasila. Dalam kondisi ekonomi yang parah, para demonstran
menyuarakan Tri Tuntutan Rakyat (Tritura). Pada tanggal 10 Januari 1966 para
demonstran mendatangi DPR-GR dan mengajukan Tritura yang isinya:
- pembubaran PKI,
- pembubaran kabinet dari unsur-unsur G 30 S/PKI, dan
- penurunan harga.
Menghadapi
aksi mahasiswa, Presiden Soekarno menyerukan pembentukan Barisan Soekarno
kepada para pendukungnya. Pada tanggal 23 Februari 1966 kembali terjadi
demonstrasi. Dalam demonsrasi tersebut, gugur seorang mahasiswa yang bernama
Arif Rahman Hakim. Oleh para demonstran Arif dijadikan Pahlawan Ampera. Ketika
terjadi demonsrasi, presiden merombak kabinet Dwikora menjadi kabinet Dwikora
yang Disempurnakan. Oleh mahasiswa susunan kabinet yang baru ditentang karena
banyak pendukung G 30 S/PKI yang duduk dalam kabinet, sehingga mahasiswa
memberi nama kabinet Gestapu. Saat berpidato di depan sidang kabinet tanggal 11
Maret 1966, presiden diberitahu oleh Brigjen Subur. Isinya bahwa di luar istana
terdapat pasukan tak dikenal. Presiden Soekarno merasa khawatir dan segera meninggalkan
sidang. Presiden bersama Dr. Soebandrio dan Dr. Chaerul Saleh menuju Istana
Bogor. Tiga perwira tinggi TNI AD yaitu Mayjen Basuki Rahmat, Brigjen M. Yusuf,
dan Brigjen Amir Mahmud menyusul presiden ke Istana Bogor. Tujuannya agar
Presiden Soekarno tidak merasa terpencil. Selain itu supaya yakin bahwa TNI AD
bersedia mengatasi keadaan asal diberi kepercayaan penuh. Oleh karena itu
presiden memberi mandat kepada Letjen Soeharto untuk memulihkan keadaan dan
kewibawaan pemerintah. Mandat itu dikenal sebagai Surat Perintah Sebelas Maret
(Supersemar). Keluarnya Supersemar dianggap sebagai tonggak lahirnya Orde Baru.
Supersemar pada intinya berisi perintah kepada Letjen Soeharto untuk mengambil
tindakan yang dianggap perlu untuk terjaminnya keamanan dan kestabilan jalannya
pemerintahan. Selain itu untuk menjamin keselamatan presiden.
Bagi
bangsa Indonesia Supersemar memiliki arti penting berikut :
- Menjadi tonggak lahirnya Orde Baru.
- Dengan Supersemar, Letjen Soeharto mengambil beberapa tindakan untuk menjamin kestabilan jalannya pemerintahan dan revolusi Indonesia.
- Lahirnya Supersemar menjadi awal penataan kehidupan sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945.
Kedudukan Supersemar secara hukum
semakin kuat setelah dilegalkan melalui Ketetapan MPRS No. IX/ MPRS/1966
tanggal 21 Juni 1966. Sebagai pengemban dan pemegang Supersemar, Letnan
Jenderal Soeharto mengambil beberapa langkah strategis berikut.
- Pada tanggal 12 Maret 1966 menyatakan PKI sebagai organisasi terlarang dan membubarkan PKI termasuk ormas-ormasnya.
- Pada tanggal 18 Maret 1966 menahan 15 orang menteri yang diduga terlibat dalam G 30 S/PKI.
- Membersihkan MPRS dan DPR serta lembaga-lembaga negara lainnya dari pengaruh PKI dan unsur-unsur komunis.
2. Berbagai Peristiwa Penting di Bidang Politik pada Masa
Orde Baru
Dalam
melaksanakan langkah-langkah politiknya, Letjen Soeharto berlandaskan pada
Supersemar. Agar dikemudian tidak menimbulkan masalah, maka Supersemar perlu
diberi landasan hukum. Oleh karena itu pada tanggal 20 Juni 1966 MPRS
mengadakan sidang umum. Berikut ini ketetapan MPRS hasil sidang umum tersebut:
- Ketetapan MPRS No. IX/MPRS/1966, tentang Pengesahan dan Pengukuhan Supersemar.
- Ketetapan MPRS No. XI/MPRS/1966, tentang Pemilihan Umum yang dilaksanakan selambat-lambatnya tanggal 5 Juli 1968.
- Ketetapan MPRS No. XII/MPRS/1966, tentang penegasan kembali Landasan Kebijaksanaan Politik Luar Negeri Indonesia yang bebas dan aktif.
- Ketetapan MPRS No. XIII/MPRS/1966, tentang Pembentukan Kabinet Ampera.
- Ketetapan MPRS No. XXV/MPRS/1966, tentang Pembubaran Partai Komunis Indonesia (PKI), dan menyatakan PKI sebagai organisasi terlarang di seluruh wilayah Indonesia.
Dalam
sidang ini, MPRS juga menolak pidato pertanggungjawaban Presiden Soekarno yang
berjudul “Nawaksara” (sembilan pasal), sebab pidato pertanggungjawaban Presiden
Soekarno tidak menyinggung masalah PKI atau peristiwa yang terjadi pada tanggal
30 September 1965. Selanjutnya MPRS melaksanakan Sidang Istimewa tanggal 7 – 12
Maret 1967. Dalam Sidang Istimewa ini MPRS menghasilkan empat Ketetapan penting
berikut:
- Ketetapan MPRS No. XXXIII/MPRS/1967 tentang pencabutan kekuasaan dari Presiden Soekarno dan mengangkat Jenderal Soeharto sebagai Pejabat Presiden sampai dipilihnya presiden oleh MPRS hasil Pemilu.
- Ketetapan MPRS No. XXXIV/MPRS/1967 tentang peninjauan kembali Ketetapan MPRS No. I/MPRS/1960 tentang Manifesto Politik Indonesia sebagai Garis-Garis Besar Haluan Negara.
- Ketetapan MPRS No. XXXV/MPRS/1967 tentang pencabutan Ketetapan MPRS No. XVII/MPRS/1966 tentang Pemimpin Besar Revolusi.
- Ketetapan MPRS No. XXXVI/MPRS/1967 tentang pencabutan Ketetapan MPRS No. XXVI/MPRS/1966 tentang pembentukan panitia penelitian ajaran-ajaran Pemimpin Besar Revolusi Bung Karno.
Berdasarkan
Ketetapan MPRS No. XIII/MPRS/1966 maka dibentuk Kabinet Ampera pada tanggal 25
Juli 1966. Pembentukan Kabinet Ampera merupakan upaya mewujudkan Tritura yang
ketiga, yaitu perbaikan ekonomi. Tugas pokok Kabinet Ampera disebut Dwi Dharma
yaitu menciptakan stabilitas politik dan stabilitas ekonomi.
Program
kerjanya disebut Catur Karya, yang isinya antara lain:
- memperbaiki kehidupan rakyat terutama sandang dan pangan,
- melaksanakan Pemilu,
- melaksanakan politik luar negeri yang bebas dan aktif untuk kepentingan nasional, dan
- melanjutkan perjuangan antiimperialisme dan kolonialisme dalam segala bentuk dan manifestasinya.
Dengan
dilantiknya Jenderal Soeharto sebagai presiden yang kedua (1967-1998),
Indonesia memasuki masa Orde Baru. Selama pemerintahan Orde Baru, stabilitas
politik nasional dapat terjaga. Lamanya pemerintahan Presiden Soeharto
disebabkan oleh beberapa faktor berikut:
- Presiden Soeharto mampu menjalin kerja sama dengan golongan militer dan cendekiawan.
- Adanya kebijaksanaan pemerintah untuk memenangkan Golongan Karya (Golkar) dalam setiap pemilu.
- Adanya penataran P4 (Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila) sebagai gerakan budaya yang ditujukan untuk membentuk manusia Pancasila, yang kemudian dikuatkan dengan ketetapan MPR No II/MPR/1978.
Untuk
mewujudkan kehidupan rakyat yang demokratis, maka diselenggarakan pemilihan
umum. Pemilu pertama pada masa pemerintahan Orde Baru dilaksanakan tahun 1971,
dan diikuti oleh sembilan partai politik dan satu Golongan karya. Sembilan
partai peserta pemilu tahun 1971 tersebut adalah Ikatan Pendukung Kemerdekaan
Indonesia (IPKI), Murba, Nahdlatul Ulama (NU), Partai Islam Persatuan Tarbiyah
Islam (PI Perti), Partai Katolik, Partai Kristen Indonesia (Parkindo), Partai
Muslimin Indonesia (Parmusi), Partai Nasional Indonesia (PNI), dan Partai
Syarikat Islam Indonesia (PSII). Organisasi golongan karya yang dapat ikut
serta dalam pemilu adalah Sekretariat Bersama Golongan Karya (Sekber Golkar).
Sejak pemilu tahun 1971 sampai tahun 1997, kemenangan dalam pemilu selalu
diraih oleh Golkar. Hal ini disebabkan Golongan Karya mendapat dukungan dari
kaum cendekiawan dan ABRI.
Untuk
memperkuat kedudukan Golkar sebagai motor penggerak Orde Baru dan untuk
melanggengkan kekuasaan maka pada tahun 1973 diadakan fusi partai-partai
politik. Fusi partai dilaksanakan dalam dua tahap berikut:
- Tanggal 5 Januari 1963 kelompok NU, Parmusi, PSII, dan Perti menggabungkan diri menjadi Partai Persatuan Pembangunan (PPP)
- Tanggal 10 Januari 1963, kelompok Partai Katolik, Perkindo, PNI, dan IPKI menggabungkan diri menjadi Partai Demokrasi Indonesia (PDI).
Di samping
membina stabilitas politik dalam negeri, pemerintah Orde Baru juga mengadakan
perubahan-perubahan dalam politik luar negeri. Berikut ini upayaupaya pembaruan
dalam politik luar negeri.
1.
Indonesia Kembali Menjadi Anggota PBB
Pada
tanggal 28 September 1966 Indonesia kembali menjadi anggota PBB. Sebelumnya
pada masa Demokrasi Terpimpin Indonesia pernah keluar dari PBB sebab Malaysia
diterima menjadi anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB. Keaktifan Indonesia
dalam PBB ditunjukkan ketika Menteri Luar Negeri Adam Malik terpilih menjadi
ketua Majelis Sidang Umum PBB untuk masa sidang tahun 1974.
2.
Membekukan hubungan diplomatik dengan Republik Rakyat Cina (RRC)
Sikap
politik Indonesia yang membekukan hubungan diplomatik dengan RRC disebabkan
pada masa G 30 S/PKI, RRC membantu PKI dalam melaksanakan kudeta tersebut. RRC
dianggap terlalu mencampuri urusan dalam negeri Indonesia.
3.
Normalisasi hubungan dengan Malaysia
Pada
tanggal 11 Agustus 1966, Indonesia melaksanakan persetujuan normalisasi
hubungan dengan Malaysia yang pernah putus sejak tanggal 17 September 1963.
Persetujuan normalisasi ini merupakan hasil Persetujuan Bangkok tanggal 29 Mei
sampai tanggal 1 Juni 1966.
Dalam
pertemuan tersebut, delegasi Indonesia dipimpin oleh Menteri Luar Negeri Adam
Malik, sementara Malaysia dipimpin oleh Wakil Perdana Menteri/Menteri Luar
Negeri Tun Abdul Razak. Pertemuan tersebut menghasilkan keputusan yang disebut
Persetujuan Bangkok (Bangkok Agreement), isinya sebagai berikut:
- Rakyat Sabah dan Serawak diberi kesempatan untuk menegaskan kembali keputusan yang telah mereka ambil mengenai kedudukan mereka dalam Federasi Malaysia.
- Pemerintah kedua belah pihak menyetujui pemulihan hubungan diplomatik.
- Tindakan permusuhan antara kedua belah pihak akan dihentikan.
4.
Berperan dalam Pembentukan ASEAN
Peran
aktif Indonesia juga ditunjukkan dengan menjadi salah satu negara pelopor
berdirinya ASEAN. Menteri Luar Negeri Indonesia Adam Malik bersama menteri luar
negeri/perdana menteri Malaysia, Filipina, Singapura, dan Thailand menandatangi
kesepakatan yang disebut Deklarasi Bangkok pada tanggal 8 Agustus 1967.
Deklarasi tersebut menjadi awal berdirinya organisasi ASEAN.
Pada masa
Orde Baru, Indonesia melaksanakan pembangunan dalam berbagai aspek kehidupan.
Tujuannya adalah terciptanya masyarakat adil dan makmur yang merata materiil
dan spirituil berdasarkan Pancasila.
Pelaksanaan
pembangunan bertumpu pada Trilogi Pembangunan, yang isinya meliputi hal-hal
berikut:
- Pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya menuju terciptanya keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
- Pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi.
- Stabilitas nasional yang sehat dan dinamis.
Pembangunan
nasional pada hakikatnya adalah pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan
pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya. Berdasarkan Pola Dasar Pembangunan
Nasional disusun Pola Umum Pembangunan Jangka Panjang yang meliputi kurun waktu
25-30 tahun. Pembangunan Jangka Panjang (PJP) 25 tahun pertama dimulai tahun
1969 – 1994. Sasaran utama PJP I adalah terpenuhinya kebutuhan pokok rakyat dan
tercapainya struktur ekonomi yang seimbang antara industri dan pertanian.
Selain jangka panjang juga berjangka pendek. Setiap tahap berjangka waktu lima
tahun. Tujuan pembangunan dalam setiap pelita adalah pertanian, yaitu
meningkatnya penghasilan produsen pertanian sehingga mereka akan terangsang
untuk membeli barang kebutuhan sehari-hari yang dihasilkan oleh sektor
industri. Sampai tahun 1999, pelita di Indonesia sudah dilaksanakan sebanyak 6
kali. Untuk lebih jelasnya lihat tabel 13.1.
Dalam membiayai pelaksanaan
pembangunan, tentu dibutuhkan dana yang besar. Di samping mengandalkan devisa
dari ekspor nonmigas, pemerintah juga mencari bantuan kredit luar negeri. Dalam
hal ini, badan keuangan internasional IMF berperan penting. Dengan adanya
pembangunan tersebut, perekonomian Indonesia mencapai kemajuan. Meskipun
demikian, laju pertumbuhan ekonomi yang cukup besar hanya dinikmati para pengusaha
besar yang dekat dengan penguasa. Pertumbuhan ekonomi tidak dibarengi dengan
pemerataan dan landasan ekonomi yang mantap sehingga ketika terjadi krisis
ekonomi dunia sekitar tahun 1997, Indonesia tidak mampu bertahan sebab ekonomi
Indonesia dibangun dalam fondasi yang rapuh. Bangsa Indonesia mengalami krisis
ekonomi dan krisis moneter yang cukup berat. Bantuan IMF ternyata tidak mampu
membangkitkan perekonomian nasional. Hal inilah yang menjadi salah satu faktor
penyebab runtuhnya pemerintahan Orde Baru tahun 1998.
D. Runtuhnya Orde Baru dan Lahirnya
Reformasi
1. Runtuhnya Orde Baru
Penyebab
utama runtuhnya kekuasaan Orde Baru adalah adanya krisis moneter tahun 1997.
Sejak tahun 1997 kondisi ekonomi Indonesia terus memburuk seiring dengan krisis
keuangan yang melanda Asia. Keadaan terus memburuk. KKN semakin merajalela,
sementara kemiskinan rakyat terus meningkat. Terjadinya ketimpangan sosial yang
sangat mencolok menyebabkan munculnya kerusuhan sosial. Muncul demonstrasi yang
digerakkan oleh mahasiswa. Tuntutan utama kaum demonstran adalah perbaikan
ekonomi dan reformasi total. Demonstrasi besar-besaran dilakukan di Jakarta
pada tanggal 12 Mei 1998. Pada saat itu terjadi peristiwa Trisakti, yaitu
me-ninggalnya empat mahasiswa Universitas Trisakti akibat bentrok dengan aparat
keamanan. Empat mahasiswa tersebut adalah Elang Mulya Lesmana, Hery Hariyanto,
Hendriawan, dan Hafidhin Royan. Keempat mahasiswa yang gugur tersebut kemudian
diberi gelar sebagai “Pahlawan Reformasi”. Menanggapi aksi reformasi tersebut,
Presiden Soeharto berjanji akan mereshuffle Kabinet Pembangunan VII menjadi
Kabinet Reformasi. Selain itu juga akan membentuk Komite Reformasi yang
bertugas menyelesaikan UU Pemilu, UU Kepartaian, UU Susduk MPR, DPR, dan DPRD,
UU Antimonopoli, dan UU Antikorupsi. Dalam perkembangannya, Komite Reformasi
belum bisa terbentuk karena 14 menteri menolak untuk diikutsertakan dalam
Kabinet Reformasi. Adanya penolakan tersebut menyebabkan Presiden Soeharto
mundur dari jabatannya.
Akhirnya
pada tanggal 21 Mei 1998 Presiden Soeharto mengundurkan diri dari jabatannya
sebagai presiden RI dan menyerahkan jabatannya kepada wakil presiden B.J.
Habibie. Peristiwa ini menandai berakhirnya kekuasaan Orde Baru dan dimulainya
Orde Reformasi.
2. Kondisi Politik pada Masa Pemerintahan
Habibie
Ketika
Habibie mengganti Soeharto sebagai presiden tanggal 21 Mei 1998, ada lima isu
terbesar yang harus dihadapinya, yaitu:
- masa depan Reformasi;
- masa depan ABRI;
- masa depan daerah-daerah yang ingin memisahkan diri dari Indonesia;
- masa depan Soeharto, keluarganya, kekayaannya dan kroni-kroninya; serta
- masa depan perekonomian dan kesejahteraan rakyat.
Berikut
ini beberapa kebijakan yang berhasil dikeluarkan B.J. Habibie dalam rangka
menanggapi tuntutan reformasi dari masyarakat.
a. Kebijakan dalam
bidang politik
Reformasi
dalam bidang politik berhasil mengganti lima paket undang-undang masa Orde Baru
dengan tiga undang-undang politik yang lebih demokratis. Berikut ini tiga
undang-undang tersebut:
- UU No. 2 Tahun 1999 tentang Partai Politik.
- UU No. 3 Tahun 1999 tentang Pemilihan Umum.
- UU No. 4 Tahun 1999 tentang Susunan dan Kedudukan DPR/MPR.
b. Kebijakan dalam
bidang ekonomi
Untuk
memperbaiki perekonomian yang terpuruk, terutama dalam sektor perbankan,
pemerintah membentuk Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN). Selanjutnya
pemerintah mengeluarkan UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli
dan Persaingan Tidak Sehat, serta UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen.
c. Kebebasan
menyampaikan pendapat dan pers
Kebebasan
menyampaikan pendapat dalam masyarakat mulai terangkat kembali. Hal ini
terlihat dari munculnya partai-partai politik dari berbagai golongan dan
ideologi. Masyarakat bisa menyampaikan kritik secara terbuka kepada pemerintah.
Di samping kebebasan dalam menyatakan pendapat, kebebasan juga diberikan kepada
pers. Reformasi dalam pers dilakukan dengan cara menyederhanakan permohonan
Surat Izin Usaha Penerbitan (SIUP).
d. Pelaksanaan Pemilu
Pada masa
pemerintahan Habibie, berhasil diselenggarakan pemilu multipartai yang damai
dan pemilihan presiden yang demokratis. Pemilu tersebut diikuti oleh 48 partai
politik. Keberhasilan lain masa pemerintahan Habibie adalah penyelesaian
masalah Timor Timur. Usaha Fretilin yang memisahkan diri dari Indonesia
mendapat respon. Pemerintah Habibie mengambil kebijakan untuk melakukan jajak
pendapat di Timor Timur. Referendum tersebut dilaksanakan pada tanggal 30
Agustus 1999 di bawah pengawasan UNAMET. Hasil jajak pendapat tersebut
menunjukkan bahwa mayoritas rakyat Timor Timur lepas dari Indonesia. Sejak saat
itu Timor Timur lepas dari Indonesia. Pada tanggal 20 Mei 2002 Timor Timur
mendapat kemerdekaan penuh dengan nama Republik Demokratik Timor Leste dengan
presidennya yang pertama Xanana Gusmao dari Partai Fretilin.
SUMBER : GOOGLE